Rumpang, Sepi dan Millenial
- reviewgadget.online
- Feb 2, 2021
- 3 min read
Pagi itu lagu rumpang masih belum selesai mengalun. Ia menelurkan bait-bait, lebih tepatnya bait yang mencerca kebanyakan millenial, mengapa ini seperti terasa familiar? Lagu itu tersebar dimana-mana, dia ada di warung kopi pinggiran, kafe papan atas, hingga ruangan kantor. Setiap orang bebas meresapi maknanya sendiri-sendiri, namun ada rasa yang sepertinya akan terasa sama ke semua orang. Rasa perih harus kehilangan.
Ada satu bait lagu Nadin Amizah yang membuat semua orang yang mendengarnya mungkin tersenyum simpul namun kecut, jika ia cukup mengerti dirinya. Lirik itu adalah “Aku takut sepi tapi yang lain tak berarti”.
Ada banyak orang yang saat ini terjebak hubungan toxic, hanya karena takut sepi dan sendiri. Mungkin mereka sebenarnya hanya takut merasa tidak diiginkan, tidak menjadi bagian penting dari siapa-siapa. Padahal perasaan memiliki dan dimiliki selalu berhasil membuat manusia merasa berharga. Survey YouGov berbicara, setidaknya 1 dari 5 generasi muda dewasa abad 21 adalah generasi yang paling kesepian melampui generasi X, bahkan baby boomer. Dan kita bisa menyalahkan media sosial karena ini. Media sosial seringkali menciptakan realitas yang semu. Membuat banyak penggunanya berbondong-bondong menciptakan realitasnya sendiri, yang sayangnya semakin memperburuk rasa kesepian, karena memang tidak benar-benar nyata. Gampangnya, media sosial membuat netizen menanyakan kepada dirinya sendiri, mengapa hidupku tidak seperti hidup mereka? Disinilah semua berawal, kita menuntut diri kita untuk menjadi seperti apa yang kita lihat, menghardik diri kita sendiri, padahal tidak ada yang menjamin yang terlihat di media sosial adalah 100% kehidupan mereka sebenarnya.
Dalam psikologi istilah Autophobia dikenal untuk menggambarkan invidu yang dilanda kecemasan akut karena takut sendiri, takut sepi. Fobia ini seolah-olah membuat sang individu senantiasa membutuhkan orang lain agar merasa aman.
Fenomena ini terasa begitu terbalik dengan gembar-gembor peradaban modern yang menunjuk manusia akan menjadi makhluk yang cukup individual, mampu melakukan banyak hal sendiri, tak tergoda untuk membina hubungan yang akrab apalagi intim dengan orang lain selain dirinya sendiri. Autophobia memang bukanlah gangguan psikologis resmi yang masuk dalam manual Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-5, namun efeknya sebenarnya bisa merusak, jika dibiarkan dan tidak segera diatasi.
Sebenarnya ada banyak cara agar autophobia tidak sampai terjadi, salah satunya adalah berbicara dengan dirimu sendiri. Menanyakan apa yang kamu butuhkan mungkin bisa menemukan apa yang kamu cari. Tidak ada yang salah menjadi sendiri. Sendiri sama sekali tidak buruk jika kita bisa mengerti diri kita, menghargai yang kita punya dan tidak buru-buru menyalahkan diri sendiri. Sendiri berarti kamu punya waktu untuk melakukan apa yang kamu mau. Sendiri berarti kamu punya waktu lebih banyak mengenal dirimu sendiri. Kamu bisa menghubungi teman lamamu. Sekadar bertanya bagaimana kabarnya, atau kamu bisa menekuni hobbymu, yang sudah lama tidak kamu sapa, atau olahraga? yang setelah sekian lama kamu tunda karena harus memilih menuruti apa kata pasanganmu. Membiarkan diri kita selalu mendefinisikan kebahagian dengan kehadiran orang lain sama saja membiarkan kita bergantung. Manusia sudah lama digaungkan sebagai makhluk sosial, namun menghabiskan banyak waktu bersosialisasi tanpa memberikan diri kita waktu sendiri juga sama saja membiarkan diri kita sendiri kesepian. Ada dirimu yang lain, yang ingin kamu sapa, yang ingin kamu ajak bicara. Selain itu menggunakan media sosial sepanjang hari memang membuat kita tidak merasa sendiri, namun itu sama saja dengan membiarkan diri kita selalu mendefinisikan kebahagian dengan apa yang dimiliki orang lain bukan dengan apa yang kita miliki sendiri. Menerima orang yang kita sayang pergi memang menyesakkan, namun takdir tak pernah berkompromi, karena sejatinya takdir hanya ingin menginkan yang terbaik untuk kita, termasuk membiarkan orang terbaik kita pergi dari sisi kita.

Comentários